Pagi hari seperti ini:
dingin, menyegarkan, berbau sabun, dan di hari Sabtu pula. Sisa-sisa pilek
kemarin masih menyebabkan hidung-tenggorokan tidak nyaman. Pening sedikit. Mulut
berasa seperti karat. Tambah sedikit absurd saat bangun tidur disambut lagu-lagu
melayu cengeng tetangga, disambung perdebatan siapa yang akan berangkat
mengambil raport. Ah, rumah di depan kamar. Mungkin suatu saat aku memindahkan
kamarku di depan hutan. Atau kebun binatang saja. Setidaknya suara lengkingan
gajah membuatku semangat, berasa menjadi Tarzan.
Aku tergoda untuk teringat
zaman masih kecil dulu, ketika menyambut hari tanpa sekolah. Bisa mandi agak
siang, bisa main lebih lama, bahkan bermain lebih jauh. Wah. Tetapi mengingat
masa kecil bukanlah langkah strategis hari ini. Mengingat banyak pekerjaan yang
menuntut untuk disentuh, mengingat banyak perubahan yang harus kulakukan, dan
mengingat bahwa memang sangat banyak yang harus diingat. [1]
Bagaimanapun juga, kuakui aku
sedang cukup menyendiri. Menyepi mungkin. Rasanya paruh pertama tahun ini
banyak kuhabiskan untuk mengasingkan diri. Mungkin ini adalah kerentanan wajar,
mungkin pula mastrubatif dan manipulatif. Tapi apapun itu, rasanya dalam
beberapa tahun belakangan ini, baru kali ini aku bisa menikmati – sangat menikmati
– kesendirian. Anonymous, bebas, dan what the hell ....
Lalu apa ang sebenarnya ingin
kusampaikan? Mestinya jika aku menghormati Anda sekalian – para pembaca anonymous – maka aku sudah selayaknya
membuat tulisanku lebih baik, setidaknya terstruktur, dan ada intinyalah ....
Tentu saja. Namun sayangnya entah mengapa moodku lagi suka bermain blues.
Dan aku sudah memutuskan untuk
tak mau kembali bergulat dan hal yang tak tentu. Tuhan tahu, aku sedang butuh
untuk sendiri. Untuk sementara waktu. Bukan melarikan diri. Tetapi menghadapi
dari sisi lain. Menghadapi apa? Sebenarnya aku ini menghadapi apa ya? Halah ...
Selamat. Anda rugi waktu dan
pikiran karena telah membaca tulisan ini.[2] Hahahaha ....
[1] Belum ada bukti nyata bahwa ingatan manusia akan
lenyap setelah kita mati nanti. Jadi, mungkin Eran Katz benar, tak ada ruginya
bersandar pada ingatan. Toh ingatan, buruk maupun baik, adalah kenyataan. Aku bosan
menelikung kenyataan. Dan ingatan-ingatan tertentu kuharap benar-benar
membantuku mnyelesaikan pekerjaanku hari ini, dan esok, dan lusa, dan sepanjang
minggu depan.
[2]
Sekali lagi aku hanya ingin waras lebih lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar