Pagi hari itu selalu menakjubkan. Sehitam apapun nasibmu,
seburuk apapun sarapanmu, fajar yang merekah dengan konsisten memberi nuansa
yang hangat dan menyenangkan. Bahkan ketika udara terasa pengap dan langit
berwarna kelabu, pagi masih menyisakan kesegaran dan kemilau. Walaupun hanya
bisa dibayangkan, karena berada di balik gemawan.
Keindahan dan pesona pagi bisa kamu lihat lewat matamu.
Sejuknya udara bisa kamu rasakan lewat kulit dan bulu-bulu halus hidungmu.
Namun, segenap keindahan yang bisa tercerap oleh pancaindera itu adalah satu
hal. Dan hal yang lain – yang cukup berbeda dengan itu – adalah konsep mengenai
pagi itu sendiri. Cobalah membayangkan pagi hari. Apa yang terlintas di
benakmu? Suara burung, sinar matahari, langit biru lembut, sinar kuning-oranye
di ufuk timur? Atau bisa dipanjang-panjangkan menjadi suara deburan ombak,
senyuman, nasi goreng, kekasih, ... dan seterusnya dan seterusnya. Asosiasi
memang kerap menjadi pintu akan banyak hal. Menyembunyikan
yang ditahan-tahan, katanya. Pagi kerap bermain sebagai pemantik.