Jumat, 29 Juli 2011

Aku Bebas ... dam du bi dam


“Persetan! “
Akhirnya – sepertinya – aku menemukan kata yang pas untuk mengomentari dunia menulis-di-web ini. Pasalnya, ternyata membuat banyak blog bukan berarti tanganku makin mahir menulis. Pun, memikirkan macam-macam hal yang membangkitan rasa ingin tahu (dan rasa ingin menggebuk) tidak lantas berimbas pada tulisan yang bernas, nyaman dikunyah, dan bergizi lahir batin. Toh, yang muncul di kemudian hari (di dalam benakku) justru pembatasan-pembatasan. Kok bisa? Bagaimana datang? (maksudnya how come?)
Jadi, mungkin aku masih kecewa karena aku tidak bisa merunut di mana saja tulisan-tulisanku kini. Mungkin aku juga masih tidak bisa menerima ketika sekumpulan tulisanku dikritisi sedemikian rupa sehingga aku harus memilih tema dan menentukan gaya tertentu agar masuk kualifikasi tertentu. Pertanyaan besarnya adalah, aku sama sekali tidak pernah mendaftar ssuatu agar masuk kualifikasi tertentu. Jujur saja, biasanya orang-orang seperti ini mempunyai masalah dalam dirinya yang belum selesai. Unfinished business. Jadi, tindakan pertama adalah tidak peduli. Kedua adalah cuek. Ketiga adalah forget it!
Apakah itu benar?

Barangkali tidak mudah untuk menentukan apakah sesuatu itu benar. Jauh lebih mudah untuk menentukan bahwa sesuatu itu salah. Konon tes DNA untuk menentukan apakah aku benar-benar anak kandung bapak ibuku memiliki akurasi 100% untuk mengatakan FALSE dan “hanya” 99% untuk mengatakan TRUE. Dengan kata lain, mari kita anggap kata-kataku di dua paragraf pertama yang membosankan di atas adalah salah. Tetapi, ibarat film action Hollywood era perang dingin, demokrasi a la Rambo selalu menang melawan tirai besi, tirai bambu, tirai gedheg, atau tirai mambu sekalipun. Jadilah di sana-sini muncul pemberontakan diam-diam melawan sel-sel kelabu di dalam kepalaku. Agar apa anak-anak? Agar bebas berekspresi tanpa judgment benar dan salah.
Jadi please ah jangan ngomongin moral selagi buang sampah di keranjang berdiameter 30 senti saja meleset (lalu pencet tombol power window samping sedikit, jumput tisu bekas (atau bungkus permen) dengan ujung jari lentik ber kutek jambon, … pit ipit ipit … kabur sudah lewat jendela samping, mengotori jalan tol. Toh, orang kampung (kita disebut “Kampung”, coba!) akan membersihkannya. Menguraikannya. (eit, kita sekarang malah dianggap bakteri!)

Jadi kawan-kawan, aku – sekali lagi – ingin bebas. Free! Gratis! Cuma-Cuma. Bicara apa saja di mimbar kebebasan berpendapat, beropini apa saja, asal mencerahkan.
Lumayan. Sedikit mengurangi ketegangan yang menyebalkan.
foto: ambil dari corbis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar